Umrah Digital Bikin Gatal

0
IBADAH: Pengusaha travel umrah yang rutin membawa jamaah ke Tanah Suci Makkah sempat resah dengan hadirnya umrah digital.

   Oleh: A. Bajuri

Dunia biro perjalanan ibadah umrah mendadak kaget. Mereka seakan baru terbangun dari tidurnya, menyusul kontrak nota kesepahaman antara Indonesia dan Arab Saudi yang akan membuka umrah digital, yang melibatkan perusahaan startup unicorn tanah air Traveloka dan Tokopedia.

Sepintas terobosan yang dilakukan Menkominfo Rudiantara ini dianggap sebagai ide kreatif dan inovatif dalam meningkatkan kualitas produk pelayanan umrah, yang imbasnya akan menguntungkan masyarakat.

Namun di sisi lain, banyak pelaku usaha yang menganggap kebijakan ini sebagai petaka yang akan memberanguskan travel umrah (baca: PPIU/Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah).

Persoalannya tidak hanya sampai di sini, tapi banyak yang mempertanyakan tentang ide awal umrah digital. Benarkah umrah digital ini tidak melanggar undang-undang dan peraturan menteri?

Mungkinkah umrah digital ini akan membunuh travel umrah konvensional, sebagaimana “gojek” telah mematikan ojek dan becak di ibukota?

Nilai Spiritual

Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah Pasal 86 Ayat 2 dijelaskan, bahwa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah hanya boleh dilakukan pemerintah dan PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) atau travel umrah yang telah mendapatkan SK Menteri Agama.

Tidak hanya itu, jamaah umrah juga berhak mendapatkan layanan bimbingan manasik dan layanan kesehatan selama perjalanan. Dua hal ini tidak akan bisa tergantikan oleh platform semacam Tokopedia dan Traveloka, tapi hanya bisa dilakukan oleh PPIU.

Mengapa demikian? Karena ibadah umrah bukan sekadar wisata, rekreasi atau jalan-jalan mengunjungi situs Islam, tapi lebih dari itu adalah sebuah ibadah yang mempunyai nilai spiritual dan perlu bimbingan para agamawan yg disiapkan oleh PPIU.

Bukan Warung

Dalam PMA (Peraturan Menteri Agama) nomor 18 tahun 2018 dijelaskan sejumlah syarat dan aturan yang rumit berkaitan dengan pendirian PPIU. Bahkan PPIU diwajibkan memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kepada jamaah.

Salah satu syarat sebuah travel boleh menjadi PPIU adalah berbadan hukum PT, lolos akreditasi BPW (Biro Perjalanan Wisata), berpengalaman memberangkatkan jamaah umrah, mempunyai perjanjian dengan perusahaan pelayanan akomodasi di Arab Saudi, lolos akreditasi PPIU, harus mempunyai bank garansi Rp 200.000.000 dan masih banyak lagi syarat yang ketat.

Persyaratan yang ketat ini dimaksudkan oleh pemerintah untuk melindungi masyarakat dari biro travel “nakal” atau yang tidak memberangkatkan jamaah.

Selain itu, kebijakan ini akan memacu semangat PPIU untuk meningkatkan pelayanan kepada jamaah.

Tetapi kenyataannya yang terjadi sekarang sangat kontrakdiktif. Dengan menghadirkan marketplace Tokopedia dan Traveloka dalam penyelenggaraan umrah, maka terkesan pemerintah tidak menghargai jerih payah PPIU dalam memenuhi persyaratan dan meningkatkan pelayanan.

PPIU dianggap seperti warung sederhana yang tiba-tiba terkenal karena memasang iklan warungnya di toko online. Lebih dari itu, PPIU dianggap seperti perusahaan yang hanya menekankan kepada bisnis semata, tanpa mempedulikan nilai spiritual.

Miss-Koordinasi

Setelah melakukan penandatanganan kerja sama dengan pihak Arab Saudi, Menkominfo Rudiantara menyatakan bangga bisa membawa 2 startup unicorn tanah air, Tokopedia dan Traveloka, yang akan mengembangkan umrah digital.

Tak lama berselang, Menteri Agama Lukman Hakim mencoba klarifikasi tentang umrah digital ini kepada Menkominfo setelah Kemenag mendapatkan banyak protes dari pemilik PPIU.

Hasilnya, umrah digital yang dimaksud Menkominfo hanyalah semacam penyiapan marketplace atau tempat jualan bagi PPIU. Selanjutnya, penyelenggaraan umrahnya tetap melalui PPIU.

Lepas dari itu semua, klarifikasi antar menteri ini menandakan adanya miss-koordinasi antar pembantu presiden. Dapat diduga, seandainya tidak ada protes para pemilik PPIU dan klarifikasi dari Menag, maka Menkominfo telah melanggar UU Nomor 8 tahun 2019 dan PMA No 8 tahun 2018.

Bikin Gatal

Setelah mengikuti rapat bersama dengan Kemenkominfo, Traveloka dan Tokopedia, Direktur Bina Umrah Kemenag Arfi Hatim menegaskan, nantinya masyarakat ada dua pilihan dalam melaksanakan ibadah umrah. Pertama, lewat PPIU dan kedua, lewat toko online.

Ini berarti sudah dipastikan, bahwa kehadiran umrah digital tidak bisa ditolak. Walaupun penyelenggaraan umrah ini merupakan kewenangan Kemenag, tapi ternyata Kemenag tetap tidak bisa berkutik dengan kebijakan Menkominfo.

Bisa diprediksi, cepat atau lambat PPIU akan gulung tikar terkena imbas umrah digital. Pelanggaran terhadap undang-undang, pelanggaran peraturan menteri, miss-koordinasi antar menteri, tidak adanya keberpihakan terhadap PPIU, meniadakan jerih payah PPIU, menganggap PPIU seperti warung makanan, semua ini membuat gatal di telinga para pelaku usaha travel umrah. Belum lagi ditambah ribuan karyawan PPIU yang akan kehilangan pekerjaannya. Semoga ada solusi terbaik.

*) Penulis adalah Praktisi Travel Haji-Umrah, Pengurus Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya