Oleh : Husain Abdullah*)
Saya dapat kiriman gambar dangdutan di WA Grup. Mulanya saya cuek saja, tapi setelah menyimak, sepertinya video Soneta Group orkes, dangdut binaan Pak Haji, favorit saya.
Saat biduannya muncul, sedikit tidak percaya ini Bang Haji (Rhoma Irama) atau cuma KW-nya? Ternyata Rhoma yg ori. Tanpa gitar buntung diiringi orkes kampung perhelatan level khitanan massal, Bang Rhoma sang Raja Dang Dut mentas dengan hitsnya, “Kata Pujangga.”
… hidup tanpa cinta.. bagai taman tak berbunga hai begitulah kata para pujangga..”
Rhoma yang biasa konser di depan ribuan penggemar fanatiknya yang biasa disapa Forsa (Fans of Rhoma and Soneta) dan panggung-panggung wah kontes-kontes dangdut tv swasta, kali ini tampil di depan penggemar sesungguhnya, rakyat biasa di panggung hajatan kampung.
Begitulah seharusnya seorang Raja, populis-tanpa jarak dengan rakyatnya.
Rhoma Irama punya cukup persyaratan untuk sombong. Sebagai seniman musik, ia melalui masa masa pahit pemerintahan orde baru, cekal dan larangan tampil jadi makanan sehari harinya, karya karyanya hits dan melambungkan nama siapapun yang melantunkannya.
Rhoma seorang musisi besar Indonesia, dia pioner dangdut rock dihormati seniman dalam dan luar negeri. Rhoma banyak diulas berbagai media, perjalanan musiknya bahkan mengilhami sederet jurnal dan disertasi akademik.
Tapi Rhoma seorang Raja yang membumi. Ia sadar, gelar dan tahta yang disandangnya sebagai Raja dangdut adalah “daulat” dari penggemarnya. Karena itu, Rhoma memberi ruang dan waktu sesekali menyapa “rakyatnya” tanpa sekat sebagai mega bintang.
*) Penggemar Rhoma Irama dan Juru Bicara Jusuf Kalla.