SURABAYA-kadenews.com: Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) terus mendorong pengembangan pelaku ekonomi kreatif terkait industri hilir kopi, khususnya usaha kedai alias warung kopi.
Tak bisa dipungkiri, bisnis ini dalam beberapa tahun terakhir menjamur hampir di semua kota di Tanah Air. Sayangnya pengelolaanya masih tradisional dan ala kadarnya.
Kepala Biro Perencanaan Bekraf, Rekotomo menuturkan, banyak manfaat yang didapat jika usaha warung kopi yang notabene berstatus usaha kecil menengah (UKM) bisa dikembangkan dan dikelola lebih bagus. Selain akan menarik banyak konsumen atau masyarakat untuk datang dan menikmati kopi, juga berimplikasi ke sektor hulu, yakni petani kopi.
“Pengembangan industri kopi di Indonesia bukan hanya berfokus pada hulu tapi lebih pada hilir dalam hal ini terkait kedai kopi, mulai dari memilih bahan, meracik, hingga barista, sehingga akan menciptakan nilai lebih dan penekanan pada peningkatan branding kafe dan produk kopi olahan Indonesia,” katanya di sela acara Workshop Pengembangan Usaha Kedai Kopi di Surabaya, Kamis (10/5/2018).
Dikatakannya, saat ini posisi Indonesia sebagai eksportir kopi masih kalah posisi dengan negara Kolombia dan Vietnam. dimana Indonesia hanya menduduki posisi 4 dunia.
Selain itu, terkadang karena banyaknya ragam dan asal daerah penghasil kopi di Indonesia, tidak ada satu jenis kopi pun yang bisa dianggap mewakili rasa kopi Indonesia secara menyeluruh.
“Bandingkan dengan kafe-kafe ternama semacam Starbuck, dimana di negara asalnya, sangat mudah dijumpai herai-gerai Starbuck bahkan hingga gang-gang kampung. Indonesia sebagai salah penghasil kopi terbesar dunia juga harusnya bisa lebih dikenal masyarakat,” jelasnya.
Dilihat dari sisi konsumsi kopi, Rekotomo bilang, Indonesia juga jauh lebih kecil. Saat ini rata-rata konsumsi kopi di Indonesia sekitar 1,2 kilogram per kapita/tahun. Sementara di Amerika angka konsumsi kopi sudah 3 hingga 4 kali lipatnya.
“Makanya kami gencar menggelar kegiatan-kegiatan semacam ini, dengan harapan selain menumbuhkan UKM kreatif di sektor hilir kopi, juga lebih memasyarakatkan minum kopi ke masyarakat, yang pada gilirannya juga akan mengangkat produksi kopi di tingkat petani,” ujarnya.
Ditambahkannya, ada beberapa kiat yang bisa dilakukan para pebisnis kedai kopi agar terus berkembang, diantaranya terkait mapping target konsumen yang dibidik, desain dan konsep kedai juga pemilihan lokasi.Juga harus cermat dalam memilih bahan baku, efektivitas penggunaan dana yang ada, serta strategi pemasaran atau promosi.
“Satu lagi, kita juga mendorong adanya sertifikasi barista agar para pelaku bisnis dan mereka yang berkecimpung di bisnis ini ada standar profesi. Ini juga akan menjadi modal untuk brand image di kedai atau kafe mereka,” ujarnya.
Dukungan DPR
Langkah Bekraf dalam mendorong pengembangan bisnis kedai kopi tersebut juga mendapat dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota Komisi X DPR RI, Arzeti Bilbina yang ikut hadir dan menjadi pembicara dalam kegiatan ini mengatakan, potensi kedai-kedai kopi yang banyak tersebar di sejumlah daerah untuk dikembangkan sangat besar.
“Kita ingin warung-warung kopi ini bisa sejajar dengan kafe-kafe yang ada di mal-mal, misalnya dengan keberadaan barista. Ini agar kedai kopi atau UKM kita bisa naik kelas namun tetap harganya bisa ditekan agar masyarakat bawah juga bisa menikmati,” jelasnya.
Memang, lanjut dia, untuk meng-upgrade warung kopi agar bisa sekelas kafe itu butuh modal, seperti untuk pembelian mesin, hingga interior kedai. Namun hal ini untuk meningkatkan branding kopi Indonesia.
“Dan kami dari DPR juga akan melibatkan sektor lembaga keuangan agar ikut membantu pembiayaan bagi UKM-UKM ini,” tukasnya. (dit)