Mengendarai Mobil Berkelas

0
ISTIMEWA: Meski dibuat tahun 2004, interiornya sangat mewah : air bag ada 6 buah, jok elekrik dan terbungkus kulit.

Oleh : A Munief Azis*

~ Menguji keunggulan sebuah mobil, kita (saya) minimal harus tahu teknikal data/spec nya. Misalnya, kapasitas tenaga pendorong, akselerasi, displacement (cm3/cc), maximum engine sped (rpm) dan sebagainya. Cerita di bawah, mobil kelas engine, yang nyaman dikendarai, bisa jadi mengungguli TESLA, si mobil listrik.

~ Untuk mobil kelas premium ke atas, pasti dilengkapi sistem pengendalian maksimal bagi pengendara, agar lebih aman. Mercedes Benz memiliki apa disebut ESP (Electronic Stability Program). Sebuah program pada rangkaian sistem yang sangat kompleks.

~ CARA kerja penting pada ESP itu, adalah mengatur sistem differential Contohnya, ketika kita mengendarai mobil di jalan raya, tiba-tiba melewati lubang. Mobil pasti “terlontar”, yang menjadikan putarani roda tak sama. Satu ban tetap menapak di jalan, satunya lagi mengambang. Pada roda yang mengambang itu, pasti membuat putaran lebih cepat. Maka yang terjadi mobil slip, bisa lebih ke tengah atau turun dari jalan aspal.

BERKELAS: Mobil Mercedes tertinggi di C-Class (240). Jarak tempuhnya baru 34 ribuan.

~ Dulunya, saya lebih senang menggunakan mobil grand livina 1.5, ketika bepergian keluar kota. Menurut saya, mobil ini lebih unggul dibandingkan mobil sekelasnya. Bahkan mobil Jepang, yang sedikit berada diatasnya tak mampu menandingi. Juga kekedapan suara ban, livina lebih baik, karena memiliki ketebalan plat body 7 mm, menjadikan mobil berat, yang membuat nya lebih stabil.

~ Belakangan, ketika jalan-jalan mulai berlubang, bergelombang dan membentuk kemiringan, grand livina pun tak mampu mengatasi. Maka saya lebih banyak menggunakan mercy, demi keamanan. Mobil tak “ngleyang”, karena sistem ESP yang bekerja maksimal. Bahkan pemakaian BBM bisa lebih irit (2597 cc), karena hampir tak ada tenaga yang terbuang. Apalagi anda pandai memainkan pedal gas.

, ~ ” Saya suka naik merce, karena duduknya yang nyaman”, kata pak Dahlan, “meski lama, punggung tak terasa sakit “, tambahnya sambil menyapu pandangan pada interior.
” Tahun lama, tapi kilometer masih 30 ribuan”, kata saya, ” dibandingkan S-Class 500 ?, tanya saya lagi.
Maka jawabannya, seperti saya duga, tokoh media yang juga mantan BUMN tak ingin menempatkan mobil saya pada posisi direndahkan. “Hampir samalah”, ucapnya.

~ Tentu saja, saya kurang sependapat. Dalam perjalanan Jakarta – Surabaya, saya sesekali memacu mobil mercedes S-Class itu, 200 kilometer/jam. Mobil yang harganya sekitar 2 milyar rupiah, menapak lengket di jalan aspal (tol) berexit. Semakin saya pacu, terlihat makin stabil. Mantan menteri itu menumpang mobil saya, kecepatannya cuma dibawah 80 kilometer/jam. “Iya.. lah, kalau kecepatan segitu, di dalam kota lagi, sama dengan naik kijang kapsul”, ujar Sigit, seorang pengusaha transportasi, sambil tertawa. .

~ Berkendara satu mobil dengan 3 teman, saya merasakan bagaimana padatnya lalu lintas di Jakarta. Pasti membuat stress, bagi orang yang tak terbiasa. Bayangkan, dari kawasan Jl. Pangeran Jayakarta menuju ke kawasan Fatmawati membutuhkan waktu 4 jam..! Hanya untuk cari makan. Mungkin, karena waktu yang kurang tepat. Saya start sekitar jam. 16.00, melewati Jl. Mh Thamrin, Gatot Subroto terus ke arah blok M. ” Kok bisa ya..orang hidup di Jakarta. Mobil kelas terataspun tak akan terasa nyaman ” gerutu saya….Mereka para orang kaya itu hanya tersenyum saja, tanpa ekspresi tegang. (bersambung)

* Pembina Managemen Kadenews.com