Dua Pabrik Psikotropika di Bantul dan Sleman Produksi 418 Juta Butir per Bulan

0
PABRIK BESAR: Polisi menggerebek pabrik obat psikotropika di Bantul dan Sleman.

BANTUL-KADENEWS:  Polisi menggerebek dua pabrik obat psikotropika di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).  Tiga orang tersangka yang mengelola dua pabrik yang memproduksi 418 juta butir lebih per bulan itu diamankan.

“Pengungkapan kasus ini berawal dari di Jakarta, kemudian kita kembangkan di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Baru terungkap pabriknya di Yogyakarta,” kata Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Agus Andrianto saat jumpa pers di salah satu pabrik psikotropika di Jalan IKIP PGRI No 158 Pedukuhan Sonosewu, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Bantul, Senin (27/9/2021) pukul 10.55.

Ia menjelaskan dari kasus ini polisi meringkus 13 tersangka. Tiga orang tersangka di antaranya yang bertugas mengelola dua pabrik obat phisikotropika di Yogjakarta.

Ketiga tersangka itu adalah JSR Alias J (56) warga Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman, LSK Alias DA (49) warga Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul dan WZ (53) warga Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Ketiganya mengelola dua pabrik yang memproduksi pil Hexymer, LL atau double L dan Dextro Methorphan.

Secara rinci, Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno H Siregar menyebut bahwa pada 13-15 September 2021 Subdit 3 Ditipidnarkoba Bareskrim Polri mengungkap peredaran obat-obatan keras dan psikotropika oleh delapan orang tersangka dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi dan Jaktim.

Dari kasus itu, polisi menyitanya  jutaan butir pil golongan obat keras jenis Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L hingga Aprazolam l. “Dari pengungkapan didapat petunjuk bahwa obat-obat ilegal yang disita berasal dari Yogyakarta. Karena itu kami bekerjasama dengan Polda DIY dan tanggal 21 September 2021 pukul 23.00 WIB mengamankan WZ dan saksi A di TKP gudang Kasihan Bantul,” katanya

“Kemudian dilanjutkan penggeledahan tempat yang diduga sebagai Mega Cland Lab untuk produksi obat-obat keras,” imbuh Brigjen Krisno Siregar.

Pasalnya dari lokasi di Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, pihaknya menyita mesin-mesin produksi obat, berbagai jenis bahan kimia/prekursor obat hingga adonan/campuran berbagai prekursor siap diolah menjadi obat. Bahkan, pihaknya menyita obat-obat keras jenis seperti Hexymer, Trihex, DMP, double L, Irgaphan 200 mg yang sudah dikemas dan siap edar.

“Dari keterangan ternyata WZ sebagai penanggungjawab gudang dan saksi AR (pekerja) menerangkan bahwa atasannya adalah LSK alias DA,” ujarnya.

Selanjutnya, Rabu (22/9/2021) dini hari polisi menangkap DA di Perum Kepanewon Kasihan, Kabupaten Bantul. Dari hasil interogasi, DA mengaku bahwa masih ada satu pabrik lainnya di Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman.

Tak berselang lama, tim gabungan melakukan penggeledahan dan menemukan pabrik pembuatan dan penyimpanan obat keras seperti informasi DA. Krisno mengungkapkan, bahwa DA berperan sebagai penerima pesanan dari EY dan mengirim obat ke beberapa kota di DKI, Jatim, Jabar hingga Kalsel.

“DA digaji oleh kakak kandungnya JSR alias J sebagai pemilik pabrik, dan pada 22 September 2021 sekitar jam 03.30 WIB J berhasil ditangkap di rumahnya Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman,” ucapnya.

Berdasarkan keterangan para tersangka, pabrik tersebut beroperasi sejak tahun 2018. Pabrik tersebut sehari bisa memproduksi 2 juta butir obat-obatan ilegal.

“Estimasi produksi jumlah obat keras ilegal yang bisa dihasilkan dari 7 mesin produksi per hari adalah 14 juta butir pil. Berarti dalam satu bulan mencapai 420 juta butir,” ujarnya.

Modus operandinya  para tersangka memproduksi obat-obatan yang dilarang edar oleh BBPOM. Mengingat, obat-obatan tersebut masih dicari oleh kalangan tertentu untuk disalahgunakan.

“Mereka mengedarkan ke berbagai daerah di Indonesia dengan menggunakan jasa pengiriman barang. Jadi belum lewat online ya, masih lewat koordinator masing-masing wilayah,” katanya.

Terkait otak di belakang peredaran jutaan butir pil psikotropika tersebut, Krisno mengaku masih memburunya. Nantinya kepada pengendali berinisial EY sebagai DPO daftar pencarian orang akan dikenakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (sam/ian)