Wujud Tingginya Toleransi Antarumat Beragama

Mengawal Potensi Cagar Budaya dan Agrowisata di Lumajang, Jawa Timur (1)

0
PETILASAN: Makam Sayyid Abdurrahman dan makam Arya Wiraraja di kawasan Situs Biting. (foto aru)

Reportase: Aru
Kadenews

Selain ditemukan berbagai peninggalan yang menandai bekas berdirinya kerajaan Lamajang, di kawasan pemakaman Biting juga ada dua makam tokoh berbeda. Pertama makamnya Arya Wiraraja; Kedua, di sisi tepi makam, ada petilasan Sayyid Abdurrahman. Kenapa dengan makam kedua tokoh tersebut?

MAKAM Sayyid Abdurrahman ada di pemakaman Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, tepatnya berada di sebelah barat makam Arya Wiraja. Sayyid Abdurrahman diyakini sebagai peyiar agama Islam yang pertama kali masuk ke Lumajang.

Sayyid Abdurrahman, menurut juru kunci petilasan Situs Biting, Muhammad Sahal, lahir tahun 1111 Masehi di Baghdad, Iraq. Masuk ke Indonesia pertama kali di Aceh. Di sanalah agama Islam disebarkan hingga sampai ke Ternate. Di Aceh, Abdurrahman menikah dengan Cut Nazilah binti Muhammad Al-Marbawi.

Beliau kemudian masuk Lumajang pada tahun 1300 Masehi. Di kawasan ini, beliau menikahi Roro Wulandari, bibi dari Minak Koncar yang juga raja Lamajang. “Keterangan ini bersumber dari Majelis Ta’lim Al-Alawiyah Lumajang,” ungkapnya.

Sahal menambahkan, banyak orang Lumajang yang tidak tahu siapa Sayyid Abdurrahman itu. Justru yang sering datang ke makam atau petilasan tersebut dari luar Kabupaten Lumajang. “Yang datang dari luar Lumajang banyak mas. Terutama pada malam Jumat Legi,” terangnya.

PERNAH BERKUASA DI SUMENEP: Makam Arya Wiraraja di kawasan situs Biting (Foto Aru)

Fakta dua makam tokoh berbeda agama itu memang membuat penasaran sebagian peneliti bidang arkeologi. Hanya saja, bisa dipahami bahwa dalam penelusuran sejarah, masa-masa ketika Arya Wiraraja berkuasa, tak bisa dipisahkan antara kekuasaan zaman Hindu-Budha dengan kekuasaan era Mataram Islam.

Belum lagi sebagian lainnya menduga, perlakuan terhadap makam Arya Wiraraja dengan memberi cungkup dan kain kafan putih sebagaimana perlakuan terhadap tokoh penyebar Islam atau para wali, dipahami bahwa itu dilakukan karena Arya Wiraraja sudah pernah berkuasa di Sumenep yang merupakan basis pesantren.

Tapi sebagian lainnya berpandangan, hal itu terjadi karena kehidupan bermasyarakat yang rukun antarumat beragama sudah terwujud ketika itu. Apalagi datangnya Sayyid Abdurrahman ke Lumajanmg itu dengan nuansa damai. Tidak melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Hindu-Budha.

“Beliau memang menyebarkan agama Islam di Lumajang dengan suasana perdamaian, sehingga banyak warga biasa maupun penguasa yang tertarik masuk Islam,” terang Muhammad Sahal, yang turun temurun jadi juru kunci di kawasan Biting.

Ketua Tim Survei dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Mashudi mengungkapkan, analisa seperti itu boleh-boleh saja. “Adanya dua makam tokoh berbeda agama itu bisa dianggap adanya toleransi antar tokoh berbeda agama yang sudah terbangun di masa itu. Cuma perlu ditopang oleh bukti-bukti kesejarahan lainnya yang mendukung analisa tersebut,” imbuhnya.

Terhadap bukti-bukti peninggalan bekas kerajaan Lamajang itu, Bupati Lumajang H Sjahrazad Masdar waktu itu menyatakan, bahwa Pemkab segera memperdakan kawasan Situs Biting dan membuat museum. “Sudah, sudah. Kita akan lindungi dan lestarikan melalui Perda. Kita akan ajukan masalah ini agar dibahas di DPRD nantinya,” tutur Masdar.

Sementara itu Kepala Bagian Promosi Dinas Pariwisata, Indriyanto menambahkan, bahwa beberapa even terkait pelestarian budaya dan peninggalan bekas kerajaan Lamajang, sudah diusulkan agar masuk dalam agenda pariwisata di Jawa Timur. “Ini penting, agar Lumajang juga mendapatkan berkah dengan datangnya para wisatawan dari luar daerah,” imbuhnya.

Selain Situs Biting yang jadi garapan besar bagi masyarakat dan pemerintah Kabupaten Lumajang, potensi agrowisatanya juga tidak kalah besar. Terutama pisang mas kirana dan salak pondoh dari Pronojiwo. Seperti apa keunggulannya? Bagaimana potensi itu bisa dimenej hingga mampu bersaing menghadapi era perdagangan bebas (AFTA) 2015? Ikuti laporan edisi besok. (*/adi)