Membentengi Nusantara dari Ancaman Global

Oleh: Wawan Susetya*

0

GONJANG-GANJING dan hiruk-pikuk pertempuran hebat telah melanda di dunia. Irak dan Suriah di kawasan Timur Tengah sudah mulai reda dari serangan ISIS, demikian halnya di Filiphina di kawasan Asia Tenggara. Kekuatan ISIS diperkirakan mengalami penurunan drastis pasca penyerangan ke Irak dan Suriah dan yang terakhir di Filiphina Selatan itu.

Meski demikian, pihak ISIS juga menunjukkan ketidak-seangannya atas klaim Donald Trump Presiden AS yang menyatakan bahwa Yerusalem dianggap sebagai ibukota Israel. Entahlah, apakah sinyal itu memberi isyarat bahwa ISIS akan menyerang Amerika? Tentu tidak ada kejelasan, bahkan termasuk pertanyaan; mengapa ISIS tidak pernah mengancam menyerang Israel? Itu juga tidak jelas.

Menyusul setelah perang sangat lama di Irak dan Suriah, selanjutnya Negara Yaman yang hendak dikudeta oleh Houthi pengikut Syiah. Melihat hal itu, Arab Saudi tidak tinggal diam karena antara Arab Saudi ada kedekatan dengan Yaman, sementara Houthi didukung Iran. Akhirnya militer Arab Saudi mengambil sikap hendak membantu Yaman dengan melakukan serangan udara kepada Houthi beserta anak buahnya. Entah karena jarang perang udara atau bagaimana, sayangnya serangan militer Angkatan Udara (AU) Arab Saudi tadi justru mengenai rakyat sipil Yaman. Memang Houthi beserta anak buahnya menjadikan tameng rakyat sipil Yaman, sehingga korban pun berjatuhan. Akibatnya rakyat Yaman yang masih hidup berusaha menghindari perang itu dalam keadaan banyak yang menderita sakit, terutama para ibu dan anak-anak kecil.

Belum reda perang yang berkecamuk di Yaman, setidaknya setelah itu ada dua negara lagi di kawasan Timur Tengah yang dilanda persoalan internal, yaitu aksi kudeta gagal di Turki dan demo besar-besaran di Iran.

Meski rencana kudeta di Turki itu termasuk gagal, tetapi bukan berarti tidak ada imbas yang terjadi. Pasca rencana kudeta itu, pihak pemerintah di bawah kepemimpinan Erdogan kemudian menyisir mereka yang terlibat aksi kudeta, bahkan beserta keluarga dan aset mereka. Peristiwa itu, bahkan lebih hebat dibanding penyisiran litsus (penelitian khusus) pada masa Orde Baru dulu.

Sementara, para mahasiswa dan rakyat Iran melakukan demo besar-besaran kepada Sang Presiden, lantaran mereka merasa terkungkung oleh gagasan-gagasan besar pemerintah Iran yang sangat melangit. Salah satunya, program nuklir, misalnya. Dengan gagasan besar dan sangat berani seperti itu, tak ayal pihak Iran mendapatkan sangsi diembargo oleh negara-negara Barat yang dimotori oleh AS, sehingga menyebabkan krisis perekonomian. Memang Iran dikenal sebagai negara yang sangat sedikit hutang luar negerinya, tetapi karena gempuran dan ancaman embargo ekonomi dari luar negeri, maka lambat-laun akan mengakibatkan makin terperosoknya perekonomian di Iran.

Yang perlu diwaspadai dan diantisipasi sekarang, sebagaimana yang telah terjadi di Irak dan Suriah, yakni apa yang disebut dengan proxy war; yakni perang antar negara atau lebih, dari dua negara secara tidak langsung. Bahkan, dalam perang ini bisa saja menggunakan pihak ketiga dalam melancarkan aksi perangnya. Yang mengherankan lagi bahwa dalam perang ini juga dapat melibatkan hacker (peretas), bahkan lembaga nirlaba internasional, pers dan sebagainya. Itulah sebabnya proxy war disebut juga dengan “perang tanpa bentuk”, sehingga lebih sulit mendeteksi mana kawan dan mana lawan.

Selain proxy war, ada pula perang gaya baru, disebut “perang asimetris” yang merupakan metode peperangan gaya baru secara non-militer, tetapi daya hancurnya tidak kalah, atau bahkan dampaknya lebih dahsyat daripada perang militer. Mengapa demikian? Sebab medan atau lapangan tempurnya lebih luas karena menyangkut segala aspek kehidupan, yaitu geografis, demografis, sumber daya alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan sebagainya.

Situasi perang di Irak dan Suriah, misalnya, bukan hanya AS saja yang membombardir ISIS, tetapi juga para sekutunya, seperti Australia, Inggris, dan sebagainya. Tetapi di sisi lain, Rusia yang selama ini terkesan melakukan psy war (perang dingin) dengan AS, ternyata juga ikut menyerang ISIS. Dalam pada itu, China nampak memiliki ‘kecerdasan’ tersendiri dengan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, yakni melakukan bisnis di sana. Negara-negara kawasan Timur-Tengah tentu juga antipati kepada ISIS, sehingga banyak negara di sana yang berusaha membantu Irak dan Suriah, terutama di wilayah perbatasan, misalnya Turki dan Arab Saudi.

Yang jelas, semua itu mengisyaratkan mengenai bahayanya proxy war dan perang asimetris yang dampaknya sangat luar biasa.

Perkembangan teranyar situasi gonjang-ganjing dunia saat ini adanya ketegangan antara Korut (Korea Utara) dengan AS. Presiden Korut Kom Jong Un dan Presiden AS Donald Trump sudah saling ancam meluncurkan bom nuklirnya. Tentu, hal itu patut menjadi perhatian semua rakyat di belahan dunia, termasuk Indonesia.

Membentengi Nusantara
Jika dilacak sumber penyebab terjadi perang, benang-merahnya adalah penguasaan ekonomi. Selain ekonomi, tentu yang harus diwaspadai lagi mengenai pengaruh idiologi, bukan hanya idiologi agama saja, tetapi juga komunis dan liberal-kapitalis yang semuanya berujung pada paham materialisme. Negara Indonesia tentu tidak boleh tinggal diam adanya ancaman proxy war dan perang asimetris tersebut.

Mengapa?

Sebab, bagaimana pun negara Indonesia memiliki kandungan SDA (sumber daya alam) yang luar biasa, seperti air, bahan pangan, migas (minyak bumi dan gas), logam mulia, dan sebagainya. Padahal kesediaan SDA di luar negeri semakin menipis. Wajar jika perhatian para pemilik modal dari manca negara melirik dan menjadikan Indonesia sebagai target operasi.

Sebelumnya, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sering mengingatkan kepada semua pihak supaya lebih meningkatkan perhatian ekstra-ordinary terhadap keadaan itu. Yang perlu diwaspadai di era sekarang, misalnya, terjadinya perubahan pola gaya hidup (life style) masyarkat yang serba cepat dan instan, sehingga mengakibatkan sering munculnya kriminal di berbagai tempat. Permasalahan NARKOBA juga tak kalah hebatnya, sehingga hampir setiap hari selalu ditayangkan adanya peredaran barang haram itu.

Belum lagi makin ditambahnya pasukan marinir AL di pangkalan militer AS di Darwin Australia yang sangat dimungkinkan untuk mengamati perusahaan tambang emas Freeport milik AS di Papua. Bahkan, belum lama ini militer Rusia juga mengadakan latihan perang di dekat Papua. Ada apa ini?

Itulah sebabnya jajaran pihak keamanan sebagai benteng pertahanan kedaulatan wilayah NKRI, mereka hendaknya bahu-membahu untuk mewaspadai dan mengantisipasi jangan sampai negara kita diobok-obok oleh para penguasa dunia. Kita tak dapat menyangkal bahwa aksi kapitalisme global dewasa ini benar-benar telah merambah hampir ke seluruh lapisan masyarakat. Tak hanya SDA (sumber daya alam) dan SDM (sumber daya manusia) murah dari masyarakat kita yang hendak mereka kuasai, namun juga menyangkut berbagai kebijakan pemerintah yang dimaksudkan demi kepentingan mereka. Kapitalisme global atau kapitalisasi liberal berusaha mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari Bumi Nusantara dengan menebarkan virus materialisme dan takhayul kemewahan duniawi kepada pemerintah dan rakyat.

Permasalahannya, sadarkah kita terhadap ancaman global yang sedemikian dahsyat seperti itu ataukah kita masih bereuforia melanjutkan pertengkaran demi pertengkaran sesama anak bangsa?

Perintah Membangun Pagar
Suatu hari, Sunan Kalijaga mengunjungi muridnya Danang Sutawijaya di Mataram selepas meninggalnya Ki Gede Pemanahan selaku pendiri Mataram. Dalam pada itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang sudah sangat sepuh memerintahkan kepada Danang Sutawijaya supaya membangun pagar di sekeliling Mataram. Atas perintah gurunya itu, Danang Sutawijaya pun sendika dhawuh (siap menjalankan perintah).

Ternyata Danang Sutawijaya bukan saja membangun pagar seperti pada umumnya melainkan pagar tinggi besar yang menyerupai benteng yang mengelilingi kutharaja Mataram. Bukan itu, bahkan Danang Sutawijaya malah menanam pohon beringin kurung di alun-alun Mataram; yakni suatu tanaman khas yang saat itu hanya ditanam di Kasultanan Pajang di bawah kepemimpinan Raja Jawa Sultan Hadiwijaya.

Isyarat apakah yang telah dilakukan oleh Danang Sutawijaya itu? Tak ayal pada saat itu menimbulkan tanda tanya banyak pihak; apakah dengan membangun benteng dan menanam pohon beringin kurung di alun-alun itu Danang Sutawijaya hendak melakukan makar alias kudeta terhadap kekuasaan Kasultanan Pajang?

Padahal, sebelumnya Sunan Giri pernah meramalkan bahwa di Mataram kelak akan muncul kasultanan baru Tanah Jawa yang lebih besar daripada Kasultanan Pajang.

Terhadap adanya gelagat (sinyalemen) yang kurang mengenakkan itu jelas membuat Sultan Hadiwijaya saat itu merasa khawatir; jangan-jangan ramalan Sunan Giri yang dikenal waskitha (memiliki penglihatan mata hati yang sangat tajam) itu menjadi kenyataan?

Memang, melalui persetujuan Sultan Hadiwijaya, sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, maka kepemimpinan di Mataram diteruskan oleh putranya Danang Sutawijaya. Danang Sutawijaya sendiri sebenarnya anak angkat Sultan Hadiwijaya yang pernah berjasa menumpas klilip (musuh) Kasultanan Pajang yaitu Arya Penangsang. Namun anehnya, sudah setahun lebih pasca wafatnya Ki Ageng Pemanahan, ternyata Danang Sutawijaya mangkir tak mau sowan (menghadap) kepada Sultan Hadiwijaya. Itulah yang makin membuat tanda-tanya besar Sultan Hadiwijaya terhadap tindakan yang dilakukan Danang Sutawijya.

Pada waktu bersamaan, Danang Sutawijaya nampak disibukkan melakukan pembangunan besar-besaran di Bumi Mataram. Tak sedikit rakyat dari berbagai daerah yang berbondong-bondong mengadu nasib di Mataram karena tanahnya subur-makmur dan gemah ripah loh jinawi. Dalam pada itu Danang Sutawijaya juga merekrut banyak prajurit, lalu digembleng dalam olah kanuragan.

Tak ayal, Sultan Hadiwijaya pun mengirimkan dua orang utusan yaitu Tumenggung Wila dan Wuragil supaya menanyakan kepada Danang Sutawijaya mengenai sikap dan tindakannya selama ini. Meski demikian selanjutnya Danang Sutawijaya tetap tak mau menghadap Sultan Pajang. Sultan Hadiwijaya pun mengirimkan utusannya lagi. Kali ini yang diutus putranya sendiri yaitu Pangeran Benawa dan Adipati Tuban supaya menanyakan sikap Danang Sutawijaya seraya melihat dari dekat pembangunan pagar yang menyerupai benteng di Mataram yang sangat menghebohkan saat itu.

Meski pengakuan Danang Sutawijaya bahwa pembuatan pagar di sekeliling Mataram itu untuk menjaga keamanan dari para penjahat, namun Pangeran Benawa melihat bahwa pagar itu lebih mirip dengan benteng pertahanan di sebuah kasultanan. Jelas hal itu terkesan menyaingi Kasultanan Pajang di bawah kepemimpinan Sultan Hadiwijaya.

Itu merupakan secuil kisah Danang Sutawijaya mengenai pembangunan pagar yang kenyataannya lebih mirip dengan benteng. Jika pagar lebih bermakna sempit, namun benteng dapat diartikan sebagai benteng pertahanan. Sederhananya pagar lebih menitik-beratkan pada fungsi yang lebih kecil, misalnya untuk mengantisipasi gangguang keamanan seperti maling atau pencuri, perampok hingga pemulung yang suka mengambil barang di areal rumah. Namun kalau benteng lebih mengarah untuk mempertahankan dari serangan musuh.

Dalam khasanah budaya Jawa, pagar juga sangat penting bagi pribadi. ‘Pagere awak’ (pagarnya badan) identik dengan hal-hal yang berkaitan keamanan fisik (diri) yang secara umum berhubungan dengan ngelmu kanuragan. Selain ‘pagere awak’, ada pula ‘bentenge dhiri’ yang identik dengan benteng pertahanan diri yang berhubungan dengan keruhaniaan atau spiritualitas. Jadi, pagar atau benteng tak hanya berkaitan dengan rumah atau istana saja, namun juga pagar atau benteng pertahanan diri pribadi.

Dalam hidup dan kehidupan, kita memang harus ekstra hati-hati terhadap segala hal. Semua orang tentu berharap agar jangan sampai tertimpa suatu musibah atau bencana yang tak disangka-sangka sebelumnya, sebagaimana bunyi paribasan Jawa: kesandhung ing rata (tersandung di tanah datar), kabentus ing tawang (tersandung di udara), dan ketatap ing pager suru (terbentur pagar maya).

Dalam khasanah budaya Jawa, ada sebuah sesanti (kaidah) yang berbunyi: “Baya sira arsa mardika mardikan, hawya samar sumingkiring dur angkara” (Barangsiapa hendak menggapai kemerdekaan yang sejati, hendaknya menyingkirkan angkara murka dari dalam diri).

Mengapa euforia pertengkaran dan saling menebarkan kebencian masih marak di negeri ini? Bahkan tak ketinggalan aksi korupsi yang merajalela di tengah-tengah pembangunan yang gegap-gempita dewasa ini. Jika kita mengacu slogan orang Jawa di atas, jelas bahwa mereka masih dilimputi angkara murka di dalam diri mereka. Itu menandakan bahwa jiwa mereka masih belum merdeka. Belum menggapai kemerdekaan sejati dalam diri. Wajar jika kemudian yang terjadi saling membenci satu sama lain, sehingga yang muncul ke permukaan adalah sikap adigang-adigung-adiguna. Adigang itu mengandalkan kekuasaannya, adigung memamerkan keturunannya, dan adiguna menonjolkan kepintarannya.

Dengan demikian, kita seyogyanya bukan hanya memperhatikan diri sendiri dan keluarga, tetapi juga berusaha membentengi atau memagari Nusantara kita dari ancaman global. (*Penulis adalah budayawan dan pegiat Maiyah, tinggal di Tulungagung).