Doktor Anak Tukang Becak Tolak Ditawari Kerja di Jepang

0
BERSAMA ORANG TUA: Lailatul Qomariyah bersama Ayah Saningrat dan Ibunda Rusmiati saat di wawancarai. (Foto: Prasetiawan/ kadenews.com)

PAMEKASAN – KADENEWS.COM : Lailatul Qomariyah asal Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Kecamatan Kota Pamekasan, Madura, kini menjadi buah bibir.

Pasalnya putri tukang becak dan buruh tani ini baru menyelesaikan pendidikan doktoral  pada umur 27 dengan indeks prestasi sempurna 4.0.

Wanita berhijab ini berhasil mempertahan disertasinya melalui sidang terbuka di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, 4 September 2019 lalu.

Judul disertasinya Controllable Characteristic Sillica Particle and ITS  Composite Production Using Spray Process.

Laila mulai tumbuh dewasa, tidak berkecil hati dan tetap semangat  ingin menaikan derajat orang tuanya.

Gelar doktor pun diraihnya dengan biaya tidak meminta kepada orang tua. Laila memperoleh beasiswa dan menjadi pengajar les untuk anak-anak sekolah.

Perjalanan pendidikan S1 diawali menerima beasiswa bidikmisi jurusan Teknik Kimia di ITS.

Saat itu alumni SMAN 1 Pamekasan ini tidak mendengarkan cibiran orang sekitarnya. Gara-gara anak tukang becak ini akan kuliah di ITS yang tentunya membutuhkan biayanya yang tidak sedikit.

“Jika mendengarkan omongan orang-orang,  kita tidak dapat maju. Walaupun saya anaknya tukang becak harus bisa lebih baik,” ujar ditemui awak media di Langgar (surau) itu, Rabu (11/9/2019).

Setelah lulus S1 Teknik kimia, dia mengikuti Program Magister Doktor Sarjana Unggul (PMDSU) yaitu program percepatan ke S3. Masa studi S2 ke  S3 hanya diselesai jangka waktu 3 bulan.

Laila juga mendapat kesempatan penelitian di Hiroshima University, Jepang selama enam bulan.

Ia melakukan riset dan mengumpulkan data untuk mendukung berkaitan disertasinya.

Laila, anak pertama dari tiga persaudara mengatakan, penggunaan tenaga surya cocok untuk negara tropis seperti Indonesia. Matahari bersinar sepanjang tahun dan bermanfaat sebagai pembangkit listrik.

Lulusan S3 ini berharap dapat mengabdi sebagai dosen di ITS karena passion sebagai pengajar.

Diakuinya, banyak tawaran untuk kembali ke Jepang dan jabatan  manager di salah satu pabrik baterai. “Saya berat meninggalkan orangtua, utamanya ibu. Beliau banyak berdoa dan ayah telah berkerja keras,” kata Laila, sambil mengusap kelopak matanya.

Laila memotivasi para pelajar jangan patah semangat walaupun berasal dari keluarga kurang mampu.

“Yakinlah, semua itu ada jalan. Beasiswa dari pemerintah maupun lembaga, tergantung dari kita sekarang untuk berusaha lebih baik lagi. Akhlak yang diutamakan, selain berilmu, doa dan dukungan dari orang tua,” ucapnya. (pras/ian)