Banyak Produk Film yang Edar Tanpa Melalui LSF

0
Mukhlis, Bram, Nasir, Teguh dan Pengurus Parfi Banyuwangi.

BANYUWANGI – kadenews.com: Munculnya film-film yang tidak mendidik tampaknya menjadi perhatian tersendiri bagi kalangan pendidik. Bahkan, jam tayang untuk film-film kartun juga menjadi sorotan bagi guru. Karena, selama ini para guru melakukan pengetatan terhadap siswa, tetapi film-film yang muncul justru tidak mendidik, tetapi malah ditiru oleh para siswa.

Hal itu membuat Lembaga Sensor Film melakukan diskusi dengan berbagai elemen masyarakat. Diskusi itu dilakukan Forum Koordinasi dan Kerjasama Dibidang Penyensoran Provinsi Jawa Timur di Hotel Illira Hotel, Jum’at (27/4/2018).

“Sebetulnya tidak bisa disebut minim. Sensor itu sudah optimal dilakukan konten yang masuk di LSF,” ujar Mukhlis, Ketua Komisi III Lembaga Sensor Film (LSF) Pusat kepada wartawan, Jumat (27/4/2018).

Tetapi, kata Mukhlis, memang tidak dapat dinafikan bahwa ada produk-produk yang diedar tanpa melalui LSF dan itu ditayang secara legal dan melanggar Undang-Undang. Karena itu, memang beberapa konten-konten yang dianggap lepas tanpa kontrol itu yang seirng kali menjadi keluhan orang banyak ketika itu dilihat.

“Tindakan hukum mengenai itu sebenarnya ada di Undang-undang dan itu kewenangan KPI yang harus melakukan. LSF tidak punya tangan untuk melakukan teguran langsung seperti itu. Memang aturan seperti itu polisi yang harus bertanggung jawab. Waktu penayangan yang tidak pas itu, KPI yang punya wewenang, karena LSF hanya pada konten,” ungkapnya.

Ada hal yang harus diperhatikan. Kalau itu sifatnya news atau tayangan langsung, LSF tidak punya wewenang. Kecuali itu siaran tunda, itu LSF punya wewenang. Infotainmen, LSF tidak punya wewenang dan itu kewenangan KPI.
“Sekarang sebenarnya nggak perlu khawatir, bisa saja kita katakan LSF yang ada di Jawa Timur dan berkedudukan di Surabaya adalah LSF Banyuwangi yang buka di Surabaya, jadi nggak perlu khawatir. Dan tidak pernah lama, satu hari selesai, nggak akan memakan waktu lama,” papar Mukhlis yang diamini Koordinator LSF Jawa Timur, Nasir.
Sosialisasi terutama, kami berjalan dari kota ke kota dari daerah ke daerah. Ini kan sosialisasi konvensional yang tidak banyak orang bisa langsung menikmati himbauan ini. Sosialisasi selanjutnya memang akan kami gunakan pada media-media pemberitaan atau media-media yang anak-anak bisa langsung ke you tube.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, M Yanuar Bramuda menyatakan, dalam presentasinya bagaimana mungkin Banyuwangi tidak sama dengan daerah lain. Kita betul-betul sangat dinamis, sangat aktif dalam produksi film. Film dalam arti bukan sekadar film-fulm pendek, tapi film-film yang mencerminkan karakter budaya Banyuwangi.

“Tapi seringkali kita tahu sendiri pasar kadang menerimanya yang dalam tanda kutip menjual. Bahasa menjual yang bisa diterima pasar, karena kaitannya dengan bisnis. Nah dengan itu perlu lembaga sensor nanti ke depan. Artinya ada LSF di Banyuwangi. Bahkan, LSF juga sudah memberi lampu hijau. Memang di UU-nya menyatakan itu berkedudukan di ibukota Provinsi. Tapi tidak salah, ibu kota propinsi tidak harus di Surabaya. Bisa saja tempat-tempatnya di mana-mana sesuai dengan kebutuhan,” papar Bram.

Hanya, kata Bram, tinggal bagaimana komunikasi yang baik, nanti kita tindak lanjuti ke depan. “Saya kira Banyuwangi menjadi kebutuhan. Lagu-lagu tadi, video-video klip kita yang kita tahu sendiri. Tidak perlu ada percepatan, karena kalau lama juga, misalnya prosesnya ke propinsi nggak sehari dua hari, produser kan harus cepet memasarkan. Ini ada kepastian,” papar Bram. (har)